5 Alasan Kamu Sebaiknya Gak Usah Curhat saat Ketimpa Masalah
Genmuda – Semua orang butuh dan pernah curhat. Nyeritain masalah yang bikin galau ke temen, sahabat, keluarga, pacar, selingkuhan (*eh), tukang sayur, atau siapa aja yang mau denger kan berikan sedikit ketenangan.
Tapi, ada baiknya curhat gak terlalu sering dilakuin karena gak semua curhatan berakhir solusi. Kenapa begitu, Alasannya diungkapkan Ryan Hoiday dalam tulisan How Do You Make Life-Changing Decision yang terangkum di bawah ini.
1. Cuma nyari pembenaran
Inget-inget lagi deh tiap curhatan yang pernah kamu buat. Kebanyakan di antaranya pasti bertujuan nyari pembenaran dari orang lain, bukan nyari pemecahan masalah.
Misalnya, saat kamu curhat gak betah sama pacar kamu. Dalam hati, pasti kamu berniat putus, tapi butuh validasi dari orang lain. Tenang. Bukan kamu doang kok yang macam itu pikirannya.
2. Curhat ke temen yang gak berpengalaman
Temen curhat keseringan dipilih dari temen terdekat yang paling enak diajak cerita, bukan orang yang paling menguasai permasalahannya. Karena itulah, curhatnya lebih sering jadi pertukaran cerita daripada konsultasi.
Makanya, curhat yang paling bener ya curhat kepada psikolog, guru BK, atau para profesional bersertifikat yang hidupnya emang untuk bantu orang lain menyelesaikan masalah hidup.
3. Curhat ke orang yang terlalu deket
Orang yang kenal deket sama kamu pasti pengen semua yang terbaik untuk kamu. Tapi, terbaiknya menurut pemikiran mereka. Bukan dari sudut pandang kamu. Jadi, saran dari mereka perlu diolah-olah juga.
Kayak waktu kamu galau milih jurusan kuliah aja. Orangtua pasti ngasih saran jurusan-jurusan yang paling “aman” kerjanya, temen ngajak kuliah di tempat yang kece, sementara kamu punya pikiran sendiri.
4. Curhat ke terlalu sedikit temen
Presiden sah menjabat karena dipilih jutaan orang, begitu pula dengan para pemenang ajang pencarian bakat yang dipilih berdasarkan suara terbanyak. Pilihannya pasti yang terbaik di antara yang baik.
Sama kayak curhat. Pendapat segelintir orang belum tentu merupakan pendapat terbaik, walau terdengar sangat masuk akal. Contohnya, saat minta pendeskripsian suatu lokasi libur. Butuh penjelasan dari banyak sudut pandang supaya lokasi itu tergambarkan dengan jelas.
5. Gak mau bertanggung jawab
Kegalauan juga melemahkan orang. Perasaan bingung dan takut salah akhirnya memancing seseorang (semoga bukan kamu) untuk sengaja minta pendapat orang lain, melakukan sesuai pendapat itu, lalu nyalahin temennya saat pendapat tadi terbukti gagal.
Jadi, harus gimana?
Pada intinya, curhat gak selamanya berakhir bahagia. Ryan Holiday bukan ngelarang orang untuk nyeritain keluh kesahnya, namun dia menekankan pentingnya bertanya informasi bukan minta solusi saat curhat.
Dia percaya kalo kemampuan menganalisis dan insting akan dengan sendirinya mengolah informasi itu untuk hasilkan keputusan terbaik. Emang ujung-ujungnya, keputusan harus diambil dan dipertanggungjawabkan sendiri. (sds)